Nama : Muhammad Arif Tito
NPM : 17114102
Tugas ke-1
Budaya Asing Jangan Memudarkan
Budaya Nasional
Jakarta – Masuknya gempuran budaya
asing merupakan sesuatu yang wajar dan tak dapat dicegah dalam era globalisasi.
Namun hal itu jangan sampai membuat kita hanyut dan memudarkan nilai-nilai
budaya nasional.
Demikian benang merah yang
mengemuka dalam Diskusi Panel Serial ke-10 dengan tema Referensi Global yang
digelar oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) di Jakarta, Sabtu.
“Kita perlu memberikan perhatian
khusus terhadap kebudayaan, agar kita tidak hanyut mengikuti budaya asing yang
masuk,” tegas Pembina YSNB Pontjo Sutowo.
Disebutkan bahwa pengaruh budaya
asing menjadikan negara hanyut mengikuti budaya asing yang masuk, baik dari
Amerika, Korea, India, dan lainnya. Jika dalam taraf awal pengaruh tersebut
dimulai dari film-film Holywood, maka kini pengaruh tersebut sudah merasuk
dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, militer, dan sistem hukum
Indonesia.
Dr. Irid Farida Rachman Agoes,
M.A., Ph.D, dosen Universitas Indonesia, yang menjadi narasumber dalam diskusi
itu, mengatakan, sebenarnya pendirian negara Amerika Serikat memiliki sejarah
yang hampir sama dengan Indonesia. Yaitu sama-sama memerdekakan diri dari pihak
penjajah.
Bedanya, Amerika mengembangkan
budaya individualism dan Indonesia budaya kolektifitas. Indeks individualism
budaya Amerika adalah 91, sedangkan indeks individualism budaya Indonesia hanya
memiliki skor 14.
Namun demikian, budaya
individualism dan budaya kolektifitas ini bukan penentu maju tidaknya suatu
negara. Negara dengan budaya kolektifitas juga dapat maju seperti misalnya
budaya Singapura yang juga memiliki budaya kolektifitas karena indeks
individualismnya memiliki skor 20.
“Kemajuan pada dasarnya dapat
dicapai dengan mampunya sebuah negara memaksimalkan nilai positif budaya yang
ada dan meminimalisasi nilai negatif budaya yang ada”, kata Irid.
Sementara itu, pemerhati budaya, A.
Dahana, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi itu memaparkan kemampuan
Cina yang tidak hanyut terhadap budaya asing. Ini karena Cina mampu menerapkan
konsep kepribadian nasional sebagai dasar dan teknologi Barat sebagai alat
praktis.
Staf Pengajar pada Program Studi
Bahasa dan Kebudayaan Korea Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Indonesia Dr. Eva
Latifah memberikan contoh bangsa Korea yang memiliki sifat homogen. Sebagai
bangsa yang homogen, maka budaya bangsa Korea menjadi mudah dipertahankan, dari
serbuan budaya asing.
“Dan sebagaimana Indonesia, Korea
juga memiliki budaya kolektif. Karena memiliki budaya yang homogen, Korea
awalnya menjadi bangsa yang sulit berubah. Sehingga perubahan yang terjadi baru
tercapai selepas tahun 1970. Perubahan ini terjadi setelah Korea mampu
merevitalisasi nilai-nilai Korea, di antaranya revolusi dalam bidang
pendidikan,” paparnya.
Karena itu, dapat dikatakan jika
dengan keberhasilannya merevitalisasi nilai-nilai Korea, Korea berhasil membuat
bangsa Korea berubah. Tidak saja membendung masuknya budaya asing yang juga
terjadi di Korea, namun menggunakannya untuk menyebarkan budaya Korea ke
seluruh dunia.
Analisa:
Menurut
saya negara yang maju adalah negara yang juga mempertahankan kebudayaannya. Di Indonesia
sekarang ini, banyak masyarakat dipengaruhi oleh budaya - budaya dari negara
lain. Masuknya budaya dari negara lain menurut saya wajar saja, tetapi jangan sampai menghilangkan nilai-nilai budaya kita sendiri. Oleh karena itu, kita harus mempertahankan budaya, dan memperkenalkan
budaya - budaya kita ke luar negeri antara lain adat istiadat, tata krama, kesenian
(seni musik, seni tari), dan busana tradisional.
Sumber:
http://www.beritasatu.com/nasional/360370-budaya-asing-jangan-memudarkan-budaya-nasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar