Sabtu, 03 November 2018

Tugas Softskill 1 ISD

Share it Please
Nama        : Muhammad Arif Tito
NPM          : 17114102


Tugas ke-1

Budaya Asing Jangan Memudarkan Budaya Nasional

Jakarta – Masuknya gempuran budaya asing merupakan sesuatu yang wajar dan tak dapat dicegah dalam era globalisasi. Namun hal itu jangan sampai membuat kita hanyut dan memudarkan nilai-nilai budaya nasional.

Demikian benang merah yang mengemuka dalam Diskusi Panel Serial ke-10 dengan tema Referensi Global yang digelar oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) di Jakarta, Sabtu.

“Kita perlu memberikan perhatian khusus terhadap kebudayaan, agar kita tidak hanyut mengikuti budaya asing yang masuk,” tegas Pembina YSNB Pontjo Sutowo.

Disebutkan bahwa pengaruh budaya asing menjadikan negara hanyut mengikuti budaya asing yang masuk, baik dari Amerika, Korea, India, dan lainnya. Jika dalam taraf awal pengaruh tersebut dimulai dari film-film Holywood, maka kini pengaruh tersebut sudah merasuk dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, militer, dan sistem hukum Indonesia.

Dr. Irid Farida Rachman Agoes, M.A., Ph.D, dosen Universitas Indonesia, yang menjadi narasumber dalam diskusi itu, mengatakan, sebenarnya pendirian negara Amerika Serikat memiliki sejarah yang hampir sama dengan Indonesia. Yaitu sama-sama memerdekakan diri dari pihak penjajah.

Bedanya, Amerika mengembangkan budaya individualism dan Indonesia budaya kolektifitas. Indeks individualism budaya Amerika adalah 91, sedangkan indeks individualism budaya Indonesia hanya memiliki skor 14.

Namun demikian, budaya individualism dan budaya kolektifitas ini bukan penentu maju tidaknya suatu negara. Negara dengan budaya kolektifitas juga dapat maju seperti misalnya budaya Singapura yang juga memiliki budaya kolektifitas karena indeks individualismnya memiliki skor 20.

“Kemajuan pada dasarnya dapat dicapai dengan mampunya sebuah negara memaksimalkan nilai positif budaya yang ada dan meminimalisasi nilai negatif budaya yang ada”, kata Irid.

Sementara itu, pemerhati budaya, A. Dahana, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi itu memaparkan kemampuan Cina yang tidak hanyut terhadap budaya asing. Ini karena Cina mampu menerapkan konsep kepribadian nasional sebagai dasar dan teknologi Barat sebagai alat praktis.

Staf Pengajar pada Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Indonesia Dr. Eva Latifah memberikan contoh bangsa Korea yang memiliki sifat homogen. Sebagai bangsa yang homogen, maka budaya bangsa Korea menjadi mudah dipertahankan, dari serbuan budaya asing.

“Dan sebagaimana Indonesia, Korea juga memiliki budaya kolektif. Karena memiliki budaya yang homogen, Korea awalnya menjadi bangsa yang sulit berubah. Sehingga perubahan yang terjadi baru tercapai selepas tahun 1970. Perubahan ini terjadi setelah Korea mampu merevitalisasi nilai-nilai Korea, di antaranya revolusi dalam bidang pendidikan,” paparnya.

Karena itu, dapat dikatakan jika dengan keberhasilannya merevitalisasi nilai-nilai Korea, Korea berhasil membuat bangsa Korea berubah. Tidak saja membendung masuknya budaya asing yang juga terjadi di Korea, namun menggunakannya untuk menyebarkan budaya Korea ke seluruh dunia.


Analisa:
Menurut saya negara yang maju adalah negara yang juga mempertahankan kebudayaannya. Di Indonesia sekarang ini, banyak masyarakat dipengaruhi oleh budaya - budaya dari negara lain.  Masuknya budaya dari negara lain menurut saya wajar saja, tetapi jangan sampai menghilangkan nilai-nilai budaya kita sendiri. Oleh karena itu, kita harus mempertahankan budaya, dan memperkenalkan budaya - budaya kita ke luar negeri antara lain adat istiadat, tata krama, kesenian (seni musik, seni tari), dan busana tradisional.



Sumber:
http://www.beritasatu.com/nasional/360370-budaya-asing-jangan-memudarkan-budaya-nasional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar